SATU TAHUN
Mungkin dari kita telah lelah mendengar kata ‘dalam masa pandemi ini’ dalam berbagai cerita dan obrolan orang, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali hal yang terjadi pada diri kita pada satu tahunan belakangan ini. Ada yang semakin mengalami lonjakan perubahan yang besar, baik lonjakannya ke atas maupun ke bawah, namun tidak sedikit juga yang masih saja stagnan seperti biasa.
Dalam satu tahun terakhir ini, banyak hal yang telah aku jalani tanpa merencakannya sematang-matang mungkin. Dalam berbagai faktor, mencoba keluar dari zona nyaman (red: rumah; especially: kamar tidur) yang memang di situlah tempat bernaung yang seharusnya aku tempati. Mulai dari mencoba hal baru seperti berjualan, ngedesain, bersosialisasi, nongkrong sana-sini, dekat dengan orang tanpa pikir panjang, dan banyak hal lainnya yang males aku paparin lagi. Selama setahun ini juga, aku mulai keluarin apa yang selama ini hanya berada di-’state of mind’ dan ngelakuinnya langsung secara praktikal. Yang biasanya memaklumi suatu peristiwa yang aneh di lingkungan sosial seperti orang yang bangga akan kenakalannya, pamer di instastory akan keasikannya (padahal cuma di sana aja), orang berpikir dari satu perspektif aja, maupun orang yang merasa sudah alim dalam beragama padahal ruang lingkup yang dipelajarinya hanya sebatas ‘kata si anu dan pendapat si anu aja.’
Banyak hal yang aku tentang/lawan di saat itu juga, tanpa pandang bulu. menyenggol sana-sini, ngatain orang di cafe-cafe, ketawain orang yang gajelas eksistensinya apa di dunia ini, skak orang dengan pandangan sempit dan hal yang mungkin sekarang aku mikir itu ngapain aku lakuin pada saat itu. akan tetapi dari hal tersebutlah terbentuk suatu hubungan yang baru, suatu lingkungan yang baru, yang cocok dengan cara aku bersosialisasi tanpa menutupi setiap sudut dari sifat yang hanya aku tunjukkan pada diri sendiri, dan saat ini bisa ditunjukkan ke orang lain. namun, di saat bersamaan juga mengurangi orang yang sudah lama berteman dengan kita.
selama dari awal lockdown tersebut hingga 12 bulan mendatangnya itu, aku kekeuh dengan apa yang terjadi selama ini. dengan perubahan yang aku alamin. Namun, aku harus juga memikirkan bahwa hidup dalam lingkungan sosial tidak segamblang menyatakan bahwa dunia itu hitam dan putih semata. kalo hidup ini cuma sekadar ‘menurut aku benarnya begini’ dan ‘kalo ngga cocok yaudah sana’ saja. Kalo seperti itu adanya, berarti aku tidak ada bedanya dengan orang yang melakukan hal saat nongkrong, rame-rame, lalu dia main game mobile legend. Karena di saat yang sama juga dia akan membalikkan statement awal yang aku bilang dengan ‘kami senangnya di sini, kalo kau merasa kureng, yaudah bukan urusan aku.’ Tidak ada perubahan yang berarti yang terjadi. Semua yang aku lakukan dalam satu tahun terakhir hanyalah omong kosong belaka dan hanya mengikuti ego seperti mereka juga. Ada yang salah dengan pemikiran seperti ini.
Selama satu bulan penuh aku memikirkannya dengan cermat. Bertapa kembali ke kamar bersama kasur yang seharusnya enak untuk ditiduri, menjadi kasur palembang yang menyatu dengan lantai alias bakalan sakit punggung saat bangun dari tidur. Namun, kasur yang menyakiti punggung maupun pinggang selama tidur ini, semakin lama itu yah enak-enak aja. Alhamdulillah, masih bisa tidur di kasur. Engga buruk-buruk kali. Dan mungkin aja, kehidupan sosial juga sebenarnya bagus-bagus aja dan enak juga, asal dengan sudut pandang dan cara menyikapinya yang benar. Mungkin yang seharusnya aku lakukan dalam menyikapi hal yang ngga sesuai dengan ekspektasi aku, yah paling ngga aku lakuin dan tinggal aku meleng-kan saja kepala. Mungkin orang yang berkata dikit-dikit ‘anjay sabi lu bray’ dengan logat kental sumatra tinggal diketawain aja terus yaudah lalu juga. Perlahan ego yang orang tunjukin ke kita terasa menjijikkan, yaudah mungkin biarin aja menjijikkan, tanpa harus dipikirkan dan ditanggapin serius. Semakin ke sini yang biasanya aku denial terhadap hal buruk itu, terus menjadi menentang terhadap itu dan berakhir menjadi yaudahlah ya itu juga dikarenakan banyak hal dan pandangan orang yang membentuk cara pikir aku. Mungkin aku kembali ke titik awal aku lagi tapi yah dengan sudut pandang dan pengalaman yang lebih banyak lagi.
Ada teman sekolah dulu bertanya,’kok kau diam aja, yan? Engga kau kali ni kek gini.’ Terus aku jelasin kenapa aku begitu dan kenapa hal itu aku pilih dalam suatu kondisi yang seharusnya bakalan rame dengan sifat aku yang rusuh itu. Aku jelasin resiko dalam aku bersikap begitu malahan bakalan ngerusak mood orang tanpa sepengetahuan aku juga, capek dengan bersenggolan dengan orang. Akan tetapi, dia merasa bahwa hal seperti bakalan merusak mental aku karena menjadi orang lain. Jawaban aku hanya: ‘aku nunjukin diri aku yang asli yah sama orang yang nerima aku aja. Kalo sama yang engga, berarti udah ada batas. Yaudah, walaupun udah ada batas, bukan berarti musuhan kan?’ Kami sama-sama manggut-manggut menyetujui akan hal itu.
Sebenarnya ngga salah jika kita tetap berada di jalan yang menunjukkan siapa kita sebenarnya ke pada semua orang. Ada orang yang memilih seperti itu. Aku lebih memilih jalan yang lebih baik bagi aku dan orang di sekitar aku juga. Engga semua pilihan kita tu buruk semua. Ada juga baiknya kok. Asalkan kita terima dengan resiko dan resikonya sesuai dengan porsi yang mau kita tanggung. Hidup normal memang membosankan. Tetapi aku juga orangnya membosankan. Jadinya, sejalan juga, kan?
P.S tapi kalo soal kasur, aku lebih milih single bed 120x200 pake karpet bulu ombre 160x200 daripada kasur palembang pake karpet gatau size berapa yang mungkin usianya setengah dari usia aku.